Sosialisasi Satwa Prioritas di Banyumas

sosialisasi-hewan-langka-satwa-terancam-punah-di-indonesia

Menindaklanjuti kebijakan Ditjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang 25 spesies terancam punah, BKSDA Jateng di bawah Ditjen PHKA melakukan sosialisasi satwa prioritas terancam punah di Jawa Tengah, 12/10/17. Acara dilaksanakan di Desa Melung, Kedungbanteng, Banyumas yang dihadiri oleh BPH Wilayah VI, BKTKR Baturraden, Perum Perhutani KPH Banyumas Timur, Fakultas Biologi Unsoed Purwokerto, Polres, Kodim, Polsek, Koramil, Camat, Kepala Desa dan tokoh masyarakat setempat.

Tiga narasumber menyampaikan materi yaitu:
  1. Kebijakan peningkatan populasi 25 spesies terancam punah di Indonesia dan pembentukan forum kolaborasi "Peduli Pelestarian Satwa Prioritas Terancam Punah".
  2. Peran masyarakat dalam pelestarian satwa liar di Kab Banyumas.
  3. Perlindungan satwa dan ancaman perburuan liar.
Berdasarkan SK Ditjen Nomor 181/2015, satwa prioritas terancam punah yang harus dilindungi di Jateng yaitu:
  1. Owa jawa (Hylobates moloch). Terdaftar sebagai spesies yang genting (CR) menurut kategori IUCN. Ancaman utama terhadap populasi berasal dari kehilangan habitat dan penangkapan untuk hewan peliharaan. Populasinya di alam terus berkurang, saat ini diperkirakan hanya tersisa antara 2.000-4.000 ekor. Perlindungan dilakukan secara in-situ & ex-situ. Pemanfaatan dapat untuk ekoturisme.
  2. Elang jawa. Spizaetus bartelsi, S. floris dan S. lanceolatus merupakan elang endemik lokal di Indonesia. S. bartelsi dan S. floris memiliki status IUCN terancam punah (EN), sedangkan S. lanceolatus masih termasuk resiko rendah (LC) meskipun telah terjadi penurunan populasi di alam. Dalam perlindungannya perlu penegakan hukum yang tegas dan tidak diperbolehkan adanya pemanfaatan.
  3. Macan tutul jawa (Panthera pardus melas). Di Indonesia saat ini hanya terdapat di Pulau Jawa dengan sebaran sempit. Hidup soliter, populasi menurun akibat perburuan dan kerusakan habitat, diperkirakan kini hanya tersisa 350-700 ekor, terutama di kawasan konservasi di Jawa. Dikategorikan sebagai EN dan telah masuk ke Apendiks I CITES. Perlindungan dengan cara penetapan kawasan khusus.
Peran masyarakat dalam perlindungan satwa liar yang dilindungi undang-undang yaitu: melestarikan hutan & sumber-sumber mata air pada habitat satwa endemik, dapat membuat peraturan desa dan tulisan larangan berburu secara swadaya, melaporkan tindakan memiliki, memelihara, dan perburuan satwa liar dilindungi.

Berdasarkan Permenhut Nomor P 57 tahun 2008, perlindungan satwa dapat dilakukan secara in-situ dan ex-situ atau penangkaran. Ancaman terbesar populasi satwa prioritas terancam punah adalah penangkapan, perburuan, dan perdagangan. Perburuan diatur dalam peraturan tentang jenis-jenis satwa yang dapat diburu. Penggunaan jenis senjata buru harus berizin Perbakin dan izin buru harus mendapat rekomendasi dari BKSDA setempat.

Menangani Satwa Terancam Punah di Jawa Tengah

surili-jawa-tengah
Surili (Presbytis comata)
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDA-E) Kementerian LHK membuat kebijakan Penetapan 25 Satwa Terancam Punah Prioritas untuk Ditingkatkan Populasinya Sebesar 10% s/d Tahun 2019. Peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1999 tentang jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi menjelaskan bahwa terdapat ribuan spesies flora dan fauna yang hidup di Indonesia dan terdapat 294 spesies flora dan fauna Indonesia yang tergolong spesies terancam punah dan harus dilindungi.

Untuk melaksanakan kebijakan, dilakukan Pembinaan Populasi, Penanggulangan Konflik, Perlindungan dan Pengamanan, Penyadartahuan, Rehabilitasi dan Pelepasliaran, Pengelolaan dan Pengembangan Pangkalan Data. Konservasi satwa liar di luar habitat (ex-situ) dilakukan untuk mendukung pengelolaan satwa di habitat asli (in-situ). Oleh karena itu, perlu kerjasama dengan lembaga konservasi seperti taman safari dan kebun binatang.

Berdasarkan Permenhut Nomor P. 57 Tahun 2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 - 2018, dari ke-25 spesies satwa liar dilindungi dan terancam punah tersebut, 4 diantaranya terdapat di Jawa Tengah yaitu:
  1. Owa jawa (Hylobates moloch): endemik Indonesia dan hanya ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Terdaftar sebagai spesies yang genting (CR) menurut kategori IUCN. Ancaman utama terhadap populasi berasal dari kehilangan habitat dan penangkapan untuk hewan peliharaan. Populasi Owa jawa di alam terus berkurang, saat ini diperkirakan hanya tersisa antara 2.000-4.000 ekor. Konservasi dilakukan secara in-situ dan  ex-situ.
  2. Surili (Presbytis comata): primata endemik Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah. Fragmentasi atau penyusutan habitat merupakan ancaman terbesar bagi populasi Surili. Saat ini jenis primata ini hanya dapat dijumpai di kawasan lindung dan kawasan konservasi, dengan jumlah yang tersisa berkisar antara 4.000-6.000 ekor. Konservasi dilakukan secara in-situ.
  3. Penyu laut: terdiri dari Penyu hijau Chelonia mydas, Penyu sisik Eretmochelys imbricata, Penyu tempayan Caretta caretta, Penyu lekang Lepidochelys olivacea, Penyu belimbing Dermochelys coriacea, Penyu pipih Natator depressus. Semua jenis penyu dilindungi di Indonesia. Ancaman populasi terutama karena perburuan untuk perdagangan (telur, daging dan karapasnya) dan karena kerusakan habitat, khususnya habitat untuk bertelur. Semua jenis penyu sudah masuk ke Apendiks I dan dilindungi di hampir seluruh negara. Pengawasan dilakukan dengan kerjasama internasional jalur ruaya, penegakan hukum, penyadartahuan.
  4. Elang garuda: Spizaetus bartelsi, S. floris dan S. lanceolatus merupakan elang endemik lokal di Indonesia. S. bartelsi dan S. floris memiliki status IUCN terancam punah (EN), sedangkan S. lanceolatus masih termasuk resiko rendah (LC) meskipun telah terjadi penurunan populasi di alam. Ictinaetus malayensis memiliki sebaran cukup luas dan meskipun masih termasuk kategori LC tetapi populasinya juga mengalami penurunan di alam. Ancaman kelestarian terutama dari kerusakan habitat. Perlu penegakan hukum yang tegas dan tidak diperbolehkan adanya pemanfaatan untuk satwa tersebut.
Dalam rangka mendukung kebijakan peningkatan populasi 25 spesies terancam punah tersebut perlu membantu BKSDA yaitu:
  • Melakukan sosialisasi satwa prioritas terancam punah di daerah
  • Mendorong terbentuknya forum peduli pelestarian satwa prioritas
  • Penyadartahuan dengan melakukan penyuluhan pada kelompok-kelompok masyarakat disekitar hutan habitat satwa prioritas
  • Melaporkan setiap tindakan perburuan untuk perdagangan dan penangkapan satwa liar yang dilindungi undang-undang.
  • Bagi pemilik atau masyarakat yang memelihara untuk dapat melepasliarkan atau menyerahkan peliharaan satwa liar yang dilindungi kepada institusi penangkaran (kebun binatang).
jenis-hewan-langka-satwa-terancam-punah-di-indonesia

Peran Penyuluh Pada Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Rakyat

Telaah Permen LHK Nomor P.85 Tahun 2016 tentang Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Budidaya yang Berasal dari Hutan Hak.
Oleh: Firman Fuadi, S Hut | Penyuluh Kehutanan Muda.

pengangkutan-hasil-hutan-kayu-rakyat

Peraturan MenLHK No. P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 tentang Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Budidaya yang Berasal dari Hutan Hak merupakan perbaikan dari peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.5/MenhutII/2007 tentang Penetapan Jenis-Jenis Kayu yang Berasal dari Hutan Hak di Provinsi Sumatera Utara yang Pengangkutannya Menggunakan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU), dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.21/MenLHK-II/2015 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak. Peraturan ini diterbitkan untuk meningkatkan produktivitas dan kemandirian ekonomi rakyat.

Dasar diterbitkannya regulasi ini karena diperlukan aturan yang memberikan kemudahan bagi pemilik hutan hak / rakyat melalui penerapan self assessment dalam penerbitan dokumen angkutan dengan disertai penegakan hukum yang jelas. Beberapa hal subtansial dalam peraturan ini yaitu perlindungan hak privat dan penjaminan ketertiban peredaran hasil hutan kayu dari hutan hak.

Pasal 2 ayat (1) menyebutkan pengaturan pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak dimaksudkan untuk melindungi hak privat dan memberikan kepastian hukum dalam pemilikan, penguasaan dan pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak. Pasal 2 ayat (2) menyebutkan pengaturan pengangkutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak bertujuan untuk menjamin ketertiban peredaran hasil hutan hayu dari hutan hak dan ketersediaan data dan informasi.

Pasal 3 mengatur pemanfaatan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak dilakukan oleh pemilik hutan hak yang bersangkutan dan tidak memerlukan izin penebangan. Pemilik hutan hak dalam memanfaatan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak maka memerlukan penetapan jenis, pengukuran volume/berat dan penghitungan jumlah oleh pemilik hutan hak. Pemilik hutan hak dalam pemanfaatannya dapat mengolah hasil hutan kayu bulat budidaya yang berasal dari hutan hak menjadi kayu olahan rakyat di tempat penebangan

Tata cara pengangkutan hasil hutan kayu dari hutan hak diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 8. Dalam tata cara pengangkutan maka harus disertai Nota Angkutan dan Nota Angkutan Lanjutan. Pemilik hutan hak yang memiliki kewajiban untuk mengeluarkan Nota Angkutan, sedangkan Nota Angkutan Lanjutan yang mengeluarkan adalah TPKRT (Tempat Pengumpulan Kayu Rakyat Terdaftar). Kedua nota tersebut harus disertai dengan bukti atas tanah lokasi penebangan berupa sertifikat atau bukti lain yang diakui KementrianAgraria dan Tata Ruang/BPN, misalnya salinan letter C yang dikeluarkan Kepala Desa. Dalam penerbitan dan pengadaan Nota Angkutan dilakukan oleh pemilik hutan hak yang berlaku sebagai DKP (Deklarasi Keseuaian Pemasok). Sedangkan penerbitan dan pengadaan Nota Angkutan Lanjutan oleh GANISPHPL PKB (Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan Poduksi Lestari Pengujian Kayu Bulat) yang bekerja di TPKRT.

Dalam hal peningkatan kapasitas pemilik hutan hak, maka masyarakat pemilik hutan hak berhak mendapat pendampingan dari penyuluh kehutanan. Dalam hal ini maka Dinas terkait di tingkat provinsi memberikan pembekalan kepada penyuluh kehutanan dalam perihal pendampingan tersebut. Namun peraturan ini tidak menyebutkan teknis pendampingan peningkatan kapasitas pemilik hutan hak.

Berkenaan dengan itu penyuluh kehutanan pada hakikatnya memiliki tanggung jawab dan tupoksi penyuluh kehutanan untuk mensosialisasikan peraturan dari pemerintah termasuk kementrian terkait dengan pemberdayaan, peningkatan partisipasi, peran serta, dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam pembangunan kehutanan termasuk hutan hak / rakyat. Setelah sosialisasi dilakukan maka penyuluh kehutanan dapat melakukan pendampingan dan fasilitasi pada masyarakat dalam pembangunan kehutanan. Maka dari itu sosialisasi dan pendampingan peredaran kayu rakyat juga tetap menjadi tanggung jawab dan tupoksi penyuluh kehutanan.

Di sisi lain sangat disayangkan manakala peran kelompok tani hutan (KTH) dan Pemerintah Desa juga tidak diatur dalam peraturan ini. Padahal KTH yang merupakan kumpulan sebagian anggota masyarakat tidak dapat menyeluruh dan menjangkau pembinaan terhadap seluruh anggota masyarakat di suatu dusun atau desa. Dalam tiap desa kadangkala hanya ada satu atau dua KTH. Tiap KTH juga terdiri dari anggota KTH yang bervariasi dari 20 - 50 anggota. Sehinga keterjangkauan KTH dalam penyebaran informasi (sosialisasi) dan pembinaan peredaran kayu rakyat terbatas ruang lingkupnya. Maka dari itu peran desa dalam hal ini Pemerintah Desa setempat menjadi penting.

Pemerintah desa melalui perangkatnya dari tingkat Kepala Dusun, Ketua RW dan RT, dapat berperan melakukan sosialisasi peraturan ini. Maka dari itu penyuluh kehutanan diharapkan dapat bekerjasama dengan perangkat desa tersebut dalam mensosialisasikan dan bekerja sama dalam pendampingan peningkatan kapasitas pemilik hutan hak. Sehingga peran KTH dalam konteks ini terbantukan dalam peran perangkat desa. Sehingga  informasi bentuk form/blanko Nota Angkutan yang sudah ditentukan dalam peraturan ini juga dapat disediakan secara berjenjang dari tingkat RT, RW, Dusun, dan Desa. Sehingga manakala masyarakat membutuhkan format blangko Nota Angkutan dapat langsung menghubungi perangkat RT, RW, dan Pemerintah Desa. Secara tidak langsung peran KTH tetap ada karena beberapa KTH pengurusnya merupakan pengurus/perangkat RT, RW, Kadus atau Pemerintah Desa.

Peran pemerintah desa walaupun tidak diatur dalam peraturan ini, namun dari sisi kelengkapan dokumen pendukung Nota Angkutan dan Nota Angkutan Lanjutan masih memiliki peran yang cukup penting. Dokumen lampiran penggunaan Nota Angkutan atau Nota Angkutan Lanjutan yaitu bukti hak atas tanah lokasi penebangan berupa sertifikat atau bukti penguasaan lain yang diakui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. Manakala lahan milik belum bersertifikat maka Pemerintah Desa berwenang mengeluarkan Surat Keterangan Salinan Letter C atau girig yang dimiliki oleh pemerintah desa tersebut.

Penyuluh kehutanan harus dapat menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.21/MENLHK-II/2015 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak sudah tidak berlaku lagi. Sehingga surat keterangan asal usul, berupa dokumen angkutan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) yang diterbitkan oleh kepala/aparat desa, dan Nota Angkutan yang diterbitkan oleh pemilik/pengirim juga udah tidak berlaku lagi.

Penyuluh kehutanan juga dapat menjelaskan bahwa ketertiban pederadaan kayu rakyat tersebut dapat mencegah pencampuran antara kayu bersertifikat dan kayu yang berasal dari illegal logging. Hal penting lainnya yang disampaikan ke masyarakat adalah terkait pelanggaran dan sanksi dimana TPTKR dan industri kayu primer yang tidak dapat menunjukkan Nota Angkutan / Lanjutan yang berlaku sebagai Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP) pada saat pengangkutan akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Peningkatan Kapasitas Penyuluh Kehutanan

foto-penyuluh-lingkungan-hidup-kehutanan

Dalam rangka meningkatkan peran penyuluh dalam pembangunan lingkungan hidup & kehutanan sekaligus kapasitas teknis lapangan, tata dokumentasi & administrasi kegiatan maka perlu dilaksanakan Inhouse Training peningkatan kapasitas penyuluh kehutanan lingkup Balai Pengelolaan Hutan Wilayah VI.

Tujuan pelatihan ini adalah:
  1. Meningkatkan pengetahuan penyuluh dalam pembangunan kehutanan.
  2. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan penyuluh menyusun DUPAK.
  3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penyuluh menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI).
  4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan penyuluh dalam pendampingan pembangunan kehutanan, perhutanan sosial, pengembangan usaha produktif dan hasil hutan bukan kayu, peningkatan kapasitas kelembagan kelompok tani hutan, dan konservasi sipil teknis.
Inhouse Training yang dibuka oleh Kepala BPH Wilayah VI tersebut diselenggarakan selama 3 hari (30 JPL) tanggal 4-6 Oktober 2017 bertempat di Karanglewas, Banyumas. Metode pengajaran dilakukan dengan presentasi narasumber, diskusi/tanya jawab, simulasi, dan kunjungan lapangan. Acara dihadiri oleh 31 peserta terdiri dari 15 orang penyuluh Kab Banyumas & 16 orang penyuluh Kab Purbalingga.

Materi yang disampaikan antara lain:
  1. Arah kebijakan & program prioritas pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.
  2. Kiat sukses penyusunan DUPAK.
  3. Praktek pembuatan materi penyuluhan.
  4. Praktek pembuatan telaah/naskah pengembangan penyuluhan.
  5. Kiat sukses menulis KTI.
  6. Praktek menulis KTI.
  7. Peran penyuluh dalam perhutanan sosial di wilayah kerja Perum Perhutani (PermenLHK Nomor P 39 tahun 2017).
  8. Pengembangan HHBK dan usaha produktif Kelompok Tani Hutan (KTH).
  9. Peningkatan kapasitas kelembagaan KTH (Permenhut Nomor P 57 tahun 2014).
  10. Perencananan dan pelaksanaan kegiatansipil teknis.
  11. Praktek pembuatan proposal sipil teknis.
  12. Praktek pebuatan rancangan sipil teknis.

Warning!! Antisipasi Kebakaran Hutan di Jateng

kebakaran-gunung-slamet-jawa-tengah

Memasuki musim kemarau biasanya muncul hotspot atau sumber titik api di dalam hutan yang kering. Tanda-tanda api akan menjadi besar karena pengaruh faktor cuaca ekstrim dan angin. Pencemaran udara akibat kebakaran hutan dan sulit dikendalikan.

Oleh karena itu, Direktorat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) baru-baru ini memberikan himbauan tentang warning pencegahan & antisipasi kebakaran hutan dan lahan di wilayah Jawa Tengah:
  1. Melakukan pemantauan hotspot setiap hari yang disampaikan melalui website mailling list Sipongi, segera melakukan ground check dan jika terjadi kebakaran segera melakukan pemadaman dini agar tidak meluas.
  2. Melakukan pemantauan cuaca harian dan informasi sistem perangkat bahaya kebakaran (fire danger rating system / FDRS) melalui stasiun pengamat cuaca otomatis (Automatic Weather Station / AWS) maupun melalui website BMKG atau bekerja sama dengan kantor BMKG setempat.
  3. Mewaspadai sumber api yang berasal dari manapun baik yang berada di areal kerja ataupun di sekitar areal kerja (lahan milik masyarakat) serta membantu pemadaman jika terjadi kebakaran hutan & lahan di sekitar areal kerja tersebut.
  4. Meningkatkan patroli terutama pada daerah-daerah rawan kebakaran hutan sehingga dapat mencegah kesempatan masyarakat melakukan pembakaran dalam pembukaan lahannya.
  5. Menyediakan peralatan, sumber daya manusia dan anggaran yang memadai untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan.
  6. Melaksanakan pelatihan pengendalian kebakaran hutan dan simulasi penggunaan sarana prasarana pemadam agar anggota regu semakin terampil dalam cara menggunakan peralatan.   
Menindaklanjuti hal tersebut, BPH Wilayah VI (Purbalingga, Banyumas, Cilacap) perlu:
  1. Melakukan koordinasi dengan Perhutani setempat terkait sebaran potensi hotspot/titik api di wilayah kerja KPH.
  2. Penyuluh di wilayah kerjanya melakukan pemantauan terhadap daerah rawan kebakaran baik di hutan negara, hutan rakyat dan lahan milik masyarakat.
  3. Dalam melaksanakan pemantauan, penyuluh dan staf BPH Wilayah VI di pos kerja dapat berkoordinasi dengan BKPH/RPH Perhutani dan kelompok-kelompok masyarakat mitra polhut peduli api setempat.
  4. Jika terjadi kebakaran segera membantu melakukan pemadaman dini bersama masyarakat dan petugas patroli Perhutani.
  5. Jika kebakaran terjadi pada areal yang luas atau meluas segera melaporkan kejadian kepada instansi terkait (DLHK, BLH, BPBD, SAR) setempat untuk dilakukan penanggulangan dampak.
  6. Melakukan penyuluhan tentang pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
  7. Penyuluhan penggunaan api lahan di dalam hutan.
  8. Penyuluhan teknik/cara pemadaman dan pengendalian kebakaran hutan.
  9. Penyuluhan penanganan pasca kebakaran hutan.
  10. Penyuluhan bahaya pencemaran udara akibat kebakaran hutan.
  11. Penyuluhan pengelolaan hutan lestari dan pengolahan lahan tanpa bakar.

Permen PANRB Nomor 27 Tahun 2013 Perlu Revisi?

Telaah Peraturan Menteri PAN & RB Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya

Oleh: Firman Fuadi, S Hut | Penyuluh Kehutanan Muda

dinas-lingkungan-hidup-kehutanan-prov-jateng

Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan adalah suatu jabatan tertentu yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang untuk melakukan kegiatan penyuluhan kehutanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Penyuluh Kehutanan dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan.

PermenPANRB tersebut dijabarkan kembali dengan Peraturan Bersama Menhut RI dan Kepala BKN Nomor PB.1/Menhut-IX/2014 Nomor 05 Tahun 2014 tentang Ketentuan Pelaksanaan (Juklak) Permen PANRB RI No 27 Tahun 2013. Pada bulan Juli 2015 terbit Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor: P.36/Menlhk-Setjen/2015 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya sebagai turunan Juklak Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya.

Namun dalam pelaksanaannya, terlihat cukup banyak celah & kekurangannya. Oleh karena itu, penulis melakukan telaah pada PermenPANRB No 27 Tahun 2013 sebagai saran & pertimbangan kepada para pemangku keputusan untuk mengkaji ulang peraturan tersebut. Telaah disajikan pada matriks di bawah ini:

NO
PASAL DAN AYAT
KAJIAN
1.
Pasal 7
Ayat (1) Unsur Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan yang dapat dinilai angka kreditnya, terdiri atas:
a. unsur utama; dan
b. unsur penunjang.
Ayat (2) Unsur Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas sub unsur:
a. Pendidikan;
b. Tugas pokok Penyuluh Kehutanan; dan
c. Pengembangan profesi.
Bahwa prosentase jumlah angka kredit kumulatif minimal telah diatur pada Pasal 12 ayat 2 yaitu yang dimaksud paling kurang 80% unsur utama dan paling banyak 20% unsur penunjang. Namun prosentase jumlah komulatif antara pendidikan, tugas pokok PK dan pengembangan profesi belum diatur. Hal ini akan menyulitkan PK dalam menentukan berapa kali harus mengikuti Diklat dan pengembangan profesi seperti penulisan ilmiah, penulisan juknis, dan saduran/terjemahan.

Maka dari itu prosentase pada unsur utama antara jumlah komulatif pendidikan, tugas pokok PK dan pengembangan profesi seharusnya diatur, sehingga PK dalam melaksanakannya dapat proposional antara ketiga sub unsur tersebut.
2.
Pasal 7
Ayat (4) Sub Unsur Tugas pokok Penyuluh Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas:
a. Persiapan penyuluhan kehutanan, meliputi:
1) Penyusunan Programa penyuluhan kehutanan;
2) Penyusunan Rencana Kerja Tahunan perorangan/individu;dan
3) Penyusunan kebutuhan materi/metode/ informasi penyuluhan kehutanan.

Bahwa persiapan penyuluhan bagi Penyuluh Kehutanan (PK) merupakan bagian tugas pokok PK dan sebagai unsur utama jabatan PK seperti bunyi Pasal 4 yang kemudian terinci dalam pasal 7 ayat 4. Dalam pelaksanaannya di lapangan penyusunan persiapan PK melalui tahapan:
a.       menyusun unsur identifikasi data potensi wilayah,
b.      mengumpulkan data potensi wilayah,
c.       mengolah data potensi wilayah, dan menganalisis data potensi wilayah
d.      menyusun programa penyuluhan
e.       menyusun rencana kerja tahunan
Namun tahapan ini tidak berkesinambungan dalam lingkup wilayah kerja seorang PK. Pada wilayah kerja seorang PK yang umumnya meliputi satu atau dua-tiga kecamatan. Beberapa PK wilayah kerjanya meliputi satu kabupaten bagi PK yang berada di KJF Kabupaten, sedangkan yang berada di KJF Propinsi wilayah kerjanya meliputi satu propinsi atau gabungan beberapa kabupaten.

Bilamana merujuk pada rincian kegiatan dan unsur yang dinilai dalam Pasal 8 atau juga tercantum dalam Lampiran I dalam Permen PAN RB ini, akan menyulitkan PK dalam melaksanakan tahapan tersebut. Hal ini karena tahapan persiapan penyuluhan tersebut tidak dalam wilayah kerja yang sama.

Sebagai contoh Penyuluh Kehutanan Ahli Pertama dalam Pasal 8 ayat 2.a poin 1 -8 meliputi:
1. Menyusun unsur identifikasi data potensi wilayah tingkat kecamatan;
2. Mengumpulkan data potensi wilayah tingkat provinsi;
3. Mengolah data potensi wilayah tingkat provinsi;
4. Menganalisa data potensi wilayah tingkat kecamatan;
5. Menyusun programa penyuluhan tingkat kabupaten sebagai anggota;
6. Menyusun programa penyuluhan tingkat provinsi sebagai anggota;
7. Menyusun programa penyuluhan lingkup unit kerja sebagai anggota;
8. Menyusun rencana kerja tahunan perorangan/ individu;

Dari pasal tersebut dapat disimpulkan seorang PK Pertama tidak dapat melaksanakan tahapan persiapan penyuluhan secara utuh dan berkesinambungan dalam wilayah kerjanya. Seorang penyuluh kehutanan ahli tidak dapat melaksnakan jenjang terampil dan hanya dapat melaksanakan jenjang ahli di atasnya. Padahal posisi wilayah kerja umumnya di kecamatan atau gabungan beberapa kecamatan. Namun harus melaksanakan pengumpulan data di tingkat Propinsi, menganalisis data pada tingkat kecamatan. Ketidaksinambungan ini menyebabkan seorang PK dalam kepangkatannya tidak dapat melaksanakan tahapan tersebut secara utuh dan berkesinambungan dalam wilayah kerjanya. Kalaupun seorang PK harus melaksanakannya namun tidak dapat diajukan dalam DUPAK.

Seharusnya tahapan dalam persiapan penyuluhan kehutanan menyesuaikan wilayah kerja penyuluh kehutanan, sehingga manakala seorang PK melaksanakan tahapan tersebut dapat diajukan dalam DUPAK dan dinilai oleh Tim Penilai AK.
3.
Pasal 7
(4) Sub Unsur Tugas pokok Penyuluh Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas:
b. Pelaksanaan penyuluhan kehutanan, meliputi:
1) Penyusunan materi penyuluhan;

Penyusunan materi penyuluhan diatur kemudian di Pasal 8 secara rinci per jenjang jabatan. Namun tiap jenjang jabatan terjadi pembatasan pembuatan materi penyuluhan dalam bentuk media cetak yang berupa: flipcart, brosur, leaflet, poster, booklet, foto, poster, dan booklet. Tiap jenjang ada pembatasan pembuatan materi tersebut. Padahal dalam kenyataannya kebutuhan pembuatan berbagai macam materi tersebut menjadi kebutuhan PK sebagai alat bantu penyuluhan kehutanan. Berbeda dengan PermenPAN RB No 32 Tahun 2011 hampir semua jenjang dapat membuat berbagai macam meteri penyuluhan tersebut. Pembatasan ini secara tidak langsung dapat menghambat kreatifitas pembuatan alat bantu dalam penyuluhan kehutanan.

Sehingga pengaturan ini perlu direvisi yang lebih membebaskan tiap jenjang jabatan dapat membuat berbagai macam materi penyuluhan tersebut. Manakala pembatasan diperlukan hanya pada janjang jabatan antara jenjang terampil dan ahli saja.
4.
Pasal 8 ayat 1 Rincian kegiatan PK tingkat terampil sesuai jenjang jabatan sebagai berikut:
c. Penyuluh kehutanan Pelaksana Lanjutan sebagai berikut :
8. Menyusun materi penyuluhan dalam bentuk VCD/DVD/CD
Dan atau

Ayat 2 Rincian kegiatan PK tingkat ahli sesuai jenjang jabatan, sebagai berikut:
  1. Penyuluh kehutanan Pertama:
11. Menyusun materi penyuluhan dalam bentuk VCD/DVD/CD
Dalam pebuatan materi berupa VCD/DVD/CD memerlukan tahapan: penulisan unsur, pengambilan gambar/video, dan editing/finising. Namun tahapan tersebut tidak dapat dinilai karena belum diatur dalam PermenPAN RB ini. Nilai pembuatan materi berupa VCD/DVD/CD hanya 0.4. Tidaklah sebanding dengan tahapan pembuatan materi tersebut yang membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Maka dari itu sebaiknya ada nilai AK tiap tahapan pembuatan materi yaitu penulisan unsur, pengambilan gambar/video, dan editing/finising.
4
Pasal 8
Ayat 1
Rincian kegiatan Penyuluh Kehutanan Tingkat Terampil sesuai dengan jenjang jabatan
Ayat 2 Rincian kegiatan Penyuluh Kehutanan Tingkat Ahli sesuai dengan jenjang jabatan
Pada penerapan metode penyuluhan ada pembatasan-pembatasan pelaksanaan metode penyuluhan tiap jenjang jabatan yang ada. Metode penyuluhan yang biasa diterapkan yaitu anjangsana, anjangkarya, konsultasi, demplot, kaji terap, diskusi kelompok, dll. Pembatasan tiap jenjang jabatan ini tentunya menghambat PK dalam kebutuhan penerapan metode tersebut. Padahal di lapangan bersifat dinamis sesuai kebutuhan, sehingga kebutuhan berbagai macam penerapan metode dibutuhkan.
5.
Pasal 42 poin c
  1. 25% (dua puluh lima persen) angka kredit yang disyaratkan untuk kenaikan jenjang dan/atau pangkat setingkat lebih tinggi dengan rincian 80% (delapan puluh persen) untuk unsur utama dan 20% (dua puluh persen) untuk unsur penunjang, bagi Penyuluh Kehutanan Teladan Tingkat Kabupaten/Kota.
Karena ada perubahan kewenangan bidang kehutanan di daerah dari tingkat kabupaten ke propinsi maka Dinas Kehutanan di tingkat kabupaten dilikuidasi/dibubarkan. Sehingga poin c sudah tidak relevan lagi manakala lomba Penyuluh Teladan di Tingkat Kabupaten. Berbeda manakala lomba dirubah menjadi kewenangan pemerintah propinsi c.q. Dinas Kehutanan terkait sehingga sertifikat penyuluh teladan dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kehutanan tingkat Propinsi
6.
Unsur Penunjang
Point C Keanggotaan dalam organisasi profesi di bidang penyuluhan kehutanan hanya mencakup tingkat nasional dan provinsi. Keaktifannya dalam kepengurusan juga hanya sebagai Ketua saja. Padahal dalam kenyataannya kepengurusan organisasi profesi di bidang penyuluhan kehutanan (IPKINDO) sampai tingkat kabupaten (DPD). Sedangkan kepengurusan selain ketua seperti: sekretaris, bendahara, dan Pengurus Bidang/Seksi tidak dapat dinilai dalam DUPAK.
7.
Kegiatan rutin dan tentative PK namun belum terakomodir dalam Peraturan Mentri PAN dan RB No.27 Tahun 2013
Kegiatan rutin dan tentative PK namun belum terakomodir dalam Peraturan Mentri PAN dan RB No.27 Tahun 2013 yaitu:
a.       Petugas Statistik Kehutanan yang meliputi tahapan kegiatan :
1) Menyusun instrument pengambilan data statistic kehutanan (data lahan kritis, potensi HR, data tutupan lahan, data produksi hasil hutan kayu, data hasil hutan bukan kayu (HHBK), dll.
2) Pengambilan data primer dan sekunder
3) Mengolah dan mengolah data tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan seterusnya.
b.      Mengikuti kegiatan Musrengbangdes, Musrengbangkec, Musrengbangkab dan seterusnya.
c.       Penyusunan rencana teknis pembangunan kehutanan yang meliputi penyusunan metodologi, pengambilan data dan pelaporan.
d.      Pendampingan dan fasilitasi kelompok tani dalam penyusunan proposal kegiatan pembangunan kehutanan

Perlukah revisi PermenPANRB Nomor 27 Tahun 2013? Semoga bermanfaat.

HUT RI ke-72 Merdeka Bangsa & Negeriku!

dinas lingkungan hidup dan kehutanan provinsi jawa tengah

Dalam rangka menyambut hari merdeka bangsa Indonesia, UPT Dinas Lingkungan Hidup & Kehutanan (BPH Wilayah VI), UPT Dinas Pendidikan (BP2MK), UPAD Biro Keuangan, Satker Dinas Tenaga Kerja lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Tengah wilayah Banyumas menyelenggarakan peringatan HUT-RI ke-72 di halaman kompleks kantor eks-Bakorwil III di Purwokerto. 17/8/17.

Upacara yang dipimpin oleh Kepala BP2MK (UPT Dinas Pendidikan Prov Jateng) mengusung tema "Indonesia Kerja Bersama". Inspektur upacara menyampaikan sambutan Gubernur Jawa Tengah: PAHLAWAN adalah mereka yang telah mewakafkan diri untuk INDONESIA MERDEKA. Pahlawan adalah mereka yang telah tulus ikhlas berkorban jiwa raga demi Indonesia yang bersatu dan berdaulat.

Tugas kita, menjaga api semangat juang kepahlawanan ini agar terus menyala. Sejak revolusi hingga pasca reformasi, sejak Sukarno sampai Joko Widodo, tidak boleh kita biarkan api ini redup apalagi padam, meski kena angin topan dan badai yang menghantam. Karena ini kekuatan dan jatidiri sejati kita sebagai sebuah bangsa pejuang. Bangsa yang tidak pernah gentar dan pantang surut ke belakang menghadapi persoalan dan tantangan.

Jangan biarkan persaudaraan bangsa kita terciderai dan tercerai berai karena kepentingan sesaat dan kelompok semata. Jangan biarkan kain kebangsaan kembali terkoyak karena warna kita yang berbeda. Pelangi akan selalu indah karena warnanya yang berbeda. Namun dalam warna yang berbeda itu, MERAH PUTIH harus selalu ada di dalam dada.

dinas lingkungan hidup dan kehutanan provinsi jawa tengah

INI MERDEKAKU, setia mengawal Merah Putih selalu berkibar dengan gagah dilangit dunia. Menjaga NKRI sebagai sebuah harga mati, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu bangsa. Mengamalkan UUD 1945 dengan sebaik-baiknya, serta membela Pancasila dari setiap rongrongan yang dihadapi.

Kita semua adalah INDONESIA yang berPancasila. Dan Indonesia adalah bangsa besar, yang akan terus besar dengan persatuan dan saling berangkulan diantara putra-putrinya. Indonesia adalah bangsa hebat yang terus menghebatkan diri dengan karya dan prestasi bersama. MERDEKA KITA adalah bergerak serentak dan bekerja bersama memenuhi panggilan sejarah dan tugas suci untuk Ibu Pertiwi.

Bergotong royong dan ambil peran partisipatif dan kontributif menyelesaikan setiap persoalan bangsa ini. Rumangsa melu handarbeni, rumangsa wajib hangrungkebi, mulat sarira hangrasa wani. Dan pada akhirnya bangga sebagai orang Indonesia yang cinta tanah air dan bersatu dalam persaudaraan untuk kejayaan bangsa.

Saya berharap, mulai hari ini kita mampu berefleksi, mendorong terobosan agar bangsa kita terbang lebih tinggi, bergerak lebih cepat, melangkah semakin kuat, tidak ketinggalan dari kemajuan bangsa lain di pentas global. Hari ini, saya mengajak masyarakat Jateng untuk saling mengaca, peran apa yang telah diberikan kepada bangsa dan negara. Selamat berjuang Saudaraku semua, dan selamat berkarya. DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA.

NB: Dirgahayu Provinsi Jawa Tengah ke-67.
Powered by Blogger.